Pagi ini saya tersenyum geli oleh hal yang tak masuk akal. Membaca tulisan yang agak-agak ngawur dan sinting ala Andrea Hirata – Cinta di Dalam Gelas (novel kedua dwilogi Padang Bulan). Tuh kan, dari judulnya saja sudah ngaco, cinta kok di dalam gelas. Memangnya di dalam gelas ada air peletnya, sehingga peminumnya jatuh bangun terkehel-kehel oleh penyuguhnya? Ternyata kawan, maksud dari judul itu adalah… cinta bisa kita refleksikan dengan cara yang sederhana. Dan dari hal-hal yang sederhana itu kita bisa mendapatkan hal-hal yang luar biasa. Melebihi pelet para dukun yang digdaya, melebihi iklan-iklan kosmetik yang harganya mencapai ratusan ribu, melebihi gaun maupun tas-tas yang berbandrol jutaan. Bila seorang istri menyuguhkan segelas teh manis atau kopi pahit pada suaminya di pagi hari, itulah sebenarnya - ada cinta di dalam gelas.
Banyak kisah yang tertuang di novel ini. Banyak juga karakter-karakter aneh, manusia-manusianya aneh, nama-namanya aneh, kebiasaan-kebiasaannya juga aneh. Jadi jangan kaget, setelah khatam membaca novel ini, bisa dipastikan kitapun akan menjadi aneh!
Lihatlah kawan, bagaimana anehnya Andrea Hirata mengulas tentang peminum kopi, sampai-sampai dia membuat buku besarnya, ‘Buku Besar Peminum Kopi’. Ini lebih sinting lagi!
“
Ternyata hasil dari modifikasi yang canggih itu sangat mengejutkan, yaitu kutemukan kesimpulan yang sangat ilmiah bahwa mereka yang memesan kopi sekaligus memesan teh –adalah mereka yang baru gajian. Mereka yang memesan kopi, tapi takut menyentuhnya –uang di sakunya tinggal seribu lima ratus perak. Mereka yang tak menyentuh gelas kopi, tapi menyentuh tangan gadis pelayan warung –pemain organ tunggal. Mereka yang minum dari gelas kosong, seolah-olah ada kopi di dalamnya –sakit gila nomor 27. Mereka yang tidak minum kopi, tapi makan gelasnya –kuda lumping.
Mereka yang mau ke warung kopi, tapi gengsi –bupati. Mereka yang memandangi orang minum kopi –ajudan bupati. Mereka yang membuka warung kopi, tapi tidak laku – mantan bupati. Mereka yang tidak membelikan polisi kopi –bukan kawan polisi. Tentara yang datang ke warung kopi – dapat izin menginap dari komandan. Mereka yang senang kopi dingin –tak punya bulu hidung.
Mereka yang minum kopi dengan sedotan –bukan pacar biduan. Mereka yang menjual kopi dengan harga lebih dari sepuluh ribu rupiah –pemuja setan. Anak yang disuruh membeli kopi, tapi pulang membawa terasi –waktu kecil pernah kena sawan.
Mereka yang mencuri gelas milik warung kopi –pernah bersalaman dengan presiden. Mereka yang mengembalikan lagi gelas yang dicuri itu ke warung kopi –bodoh sekali. Mereka yang minum kopi merek ayam beranak –tidak ada karena tidak ada kopi merek ayam beranak. Mereka yang minum lima gelas kopi –peragu. Mereka yang minum tujuh gelas kopi –pemalu. Mereka yang pura-pura suka kopi –penerbit buku. Mereka yang minum kopi, tapi tidak habis –penerjemah novel ke dalam bahasa Inggris.
Lelaki (30) bujangan, yang minum kopi sambil senyum simpul –bujang lapuk karena sengaja. Lelaki (30) bujangan, yang minum kopi dengan waswas –bujang lapuk karena tak laku-laku. Mereka yang minum kopi uangnya dapat berubah menjadi daun –hantu. Mereka yang minum kopi sambil marah-marah –rokoknya terbalik. Mereka yang minum kopi sambil menyingsingkan lengan baju –baru membeli arloji.
Mereka yang minum kopi sebelum main pingpong – kembung. Mereka yang minum kopi setelah main pingpong –kalah. Mereka yang minum kopi sambil waspada –memelihara istri muda. Mereka yang minum kopi sambil gembira –dipelihara istri muda. Mereka yang minum kopi habis sekali teguk –memelihara tuyul.
Perempuan yang minum kopi bersama perempuan –banyak utang. Perempuan yang minum kopi bersama orang-orang dari partai bergambar benda-benda langit –bayar sendiri-sendiri. Mereka yang bisa minum kopi sambil menulis –juling. Mereka yang minum kopi tengah malam Jumat Kliwon –sudah bisa membaca sejak berumur 11 bulan. Mereka yang suka ngebut naik motor di depan warung kopi –tidak bisa bahasa Mandarin. Mereka yang minum kopi waktu Maghrib –PSSI vs Argentina, PSSI 5, Argentina 0. Mereka yang mandi pagi tidak pakai sabun –tidak hafal Pancasila.
“
Selanjutnya, saya bertanya-tanya. Karena saya juga peminum kopi, saya masuk dalam kategori mana? Saya perempuan, penyuka kopi hitam + manis (dengan takaran 1:2 untuk kopi dan gulanya). Soal adukannya berapa kali putaran saya nggak tau, bisa jadi 25 kali putaran, atau 35 kali putaran, atau malah nggak diaduk ? Saya tak tau karena OB yang membuatnya di kantor. Sehari cukup satu mug sedang. Kecuali di akhir bulan, saat saya sedang sibuk dengan berbagai laporan barulah saya menambah satu mug lagi di sore harinya – ini menandakan saya lagi stres. Menjadi peminum kopi sejak SMP. Soal air yang mendidih, jangan ditanya. Saya suka meminumnya panas-panas, barang seteguk dua teguk – menjadikan bibir saya kering dan mengelupas – tak masalah. Meskipun saya tak menolak kopi yang sudah dingin, diseduh jam 10 pagi, jika jam 4 sore masih tersisa saya tega meminumnya – saya anggap penolak sawan.
Trus, berdasarkan ‘Buku Besar Peminum Kopi’ tadi, saya masuk kategori apa donk? Karena tak ada kategori yang pas buat saya, baiklah teman… tanpa bermaksud melebihkan ataupun mengurangi - saya definisikan sendiri.
“Saya, berdasarkan ciri-ciri yang telah tersebut diatas adalah peminum kopi tipe : nyentrik, baik hati, banyak kawan, disukai kawan, dipercaya kawan, sering dihutangi kawan, banyak rejeki, disayang keluarga, dicintai suami, disayang anak, panjang umur, diidolakan tetangga, selalu mujur dan disayang Allah SWT…”
Tidak ada komentar: