Tayangan :



Akhir-akhir ini saya sedikit terganggu dengan konsep keluarga muda, teman-teman saya yg notabene adalah ibu2x muda juga. Sering, bahkan suerriinggg banget saya dikompor2x in, "Ayo dong, Mbak Estri... tambah lagi anaknya. Kan kasihan Aning, biar ada temannya." Pertama masuk kuping kanan keluar kuping kiri alias mental. Besoknya, "Hwaaa, Mbak... Mbak Ulfa isi lagi lho, udah tiga anaknya... Mbak Estri kapan?" atau, selang dua bulan berikutnya, "Tuh, kan... dibalap sama Mbak I'in, Mbak I'in dah hamil Mbak?
Ayo dong, Mbak Estri juga program... mumpung masih muda mbak. Ntar usia 35 ke atas sudah beresiko lho.... " Dalam hati, 'Emang kenapa? Orang lain hamil kok saya mesti repot... yg nyidam dia, yg eneg dia, yg repot juga dia... lagian ini, hamil kok dijadikan balapan...' Geli, sedikit kesel dan gemas, orang2x ini lho, kok aneh2x sih.

Sampai di rumah, tanpa saya ceritakan kepada suami tentang kehamilan teman2x saya, ketika Aning berulah tak semestinya, suamipun berkomentar, "Makanya, berikan Aning ade', biar dia tau rasanya berbagi, biar dia bisa mandiri..." atau ketika suami saya ditanya oleh teman2xnya, "Kapan nambah baby?" atau, "Anaknya baru satu ya..." Kok suami saya sepertinya malu ya. Beban gitu, merasa kalah telak... Whats?! Hare gene punya anak satu malu....?
Saya jadi bingung, kenapa ya orang2x dipusingkan dengan jumlah anak? Okey... memang benar anak adalah titipan Tuhan, berapapun Tuhan mau kasih itu adalah rejeki yang patut kita syukuri. Harus kita rawat dan kita jaga sebaik2xnya. Lha wong yg belum punya anak saja habis puluhan juta buat program bayi tabung... (ini pengalaman tetangga saya).

Tapi kan permasalahan tiap orang kan berbeda2x, Friend?

Bagaimana dengan problematika saya? Ada nggak yang memikirkan... Dengan satu anak saja repotnya minta ampun, belum mengasuhkan, belum mendidiknya, belum memantau tumbuh kembangnya, sampai2x saya pernah berpikir, 'Apakah saya sudah menjadi ibu yang baik buat anak saya?' atau, 'Apakah saya sudah cukup memfasilitasi dan mempersiapkan masa depannya?'. Soalnya, kadang... kadang2x gitu, saya merasa kehidupan saya kok aneh ya, beda gitu dengan orang2x? :? Logikanya, saya -dan suami tentunya- yang menghadirkan dia (anak kami) ke dunia. Ya saya -dan suami- dong yang harus bertanggung-jawab. Jangan sampai setelah lahir anak kami nanti terlantar, bisanya bikin-proses dan setelah lahir kita serahkan sama yang di atas alias pasrah... Wuihh, nggak bertanggung-jawab banget tuh versi saya.
Pikiran saya pernah terkuras habis gara2x seorang pembantu. Pembantu saya pulang kampung dan anak saya dititipkan di tetangga, wuiiihh trauma saya kalo mengingatnya. Saya kerja, suami kerja, anak sama orang lain...
Saya coba bayangkan perasaan anak saya waktu itu... kayak anak hilang, tak terurus... super melaassszzz, mau nangis saya melihatnya. Tiap saya pulang wajah anak saya seperti tertekan...
Itu baru satu anak...
belum lagi kalau anak sakit....
belum lagi kalau akhir bulan, bayaran inilah-itulah....
Saya suka gemas kalau suami mulai protes, soalnya dia melihat yang indah2x dengan banyak anak, nggak memikirkan konse
kwensinya, dengan segala keterbatasan kami.... kurang-lebihnya seperti ini: gaji berdua terhitung cukup (dalam artian nggak perlu sampai ngutang kiri-kanan), tapi untuk nabung masih nanti dulu... Kami masih tinggal di kontrakan. Bayaran sekolah anak lumayan besar untuk ukuran kami - ongkos ojek, pembantu, transport kami berdua, listrik, sampah, gas, belanja bulanan, makan, hehehe... karena saya orang keuangan sudah pasti saya hapal diluar kepala pendapatan dan pengeluaran bulanan kami... Dan itu sangat, sangat - sangat tidak bijaksana kalau kami menambah anak dalam kondisi seperti ini.
Apakah saya matre, terlalu terkungkung dengan 'uang'? Saya bisa jawab dengan tegas, tidak! Saya realistis... tapi semua argumen2x saya itu patah tiap dipertemukan dengan fatwa2x agama...

Ya, iyalah....
secara gituuu...

'Uang memang bukan segalanya, tapi dengan uang kita bisa berbuat banyak...'

Saya ingin bilang, 'Ini juga sebuah ikhtiar, sayang!' - usaha saya supaya keluarga saya adem-ayem, damai... Saya tak bisa membayangkan kalau saya hidup dalam tekanan2x, tanpa persiapan yang matang. Mau dibawa kemana keluarga ini?
Orang bisa berkata bla, bla, bla....
Tapi saya yang merasakan....
Saya bukannya takut sengsara... Tapi saya justru takut
membuat suami dan anak2x saya sengsara. Formulanya: Jaman sekarang hidup tanpa persiapan = bencana.

Toh dengan satu anak saya sudah merasa bahagia. Karena bagi saya, anak bukanlah milik kita. Dia nantinya akan mempunyai dunia dan kehidupannya sendiri. Berjalan dalam masanya sendiri. Dan tugas kita sebagai orang tua adalah mempersiapkannya ke arah itu. Dan satu hal, anak tak pernah berhutang pada orang tua. Jadi, 'misalkan Tuhan memberi saya umur panjang sehingga bisa menyaksikan anak saya tumbuh dewasa' Saya akan katakan padanya, 'Saya tidak akan menagih apa2x padanya.'
Terlalu menggurui...?
:)
Saya tulus merawatnya dan berharap selalu yang terbaik buatnya.

****


Padahal teman2x saya bilang, saya ini cocok lho dengan anak2x... Yup, benar sekali. Saya sangat menyukai anak2x. Karena sesekali, dalam usia saya yang beranjak 'tua' ini, saya juga bertingkah seperti mereka. Saya ingin hadirkan keceriaan dalam rumah saya...

Tapi mengapa saya tak jua menambah anak?


Teman, kondisi saya dan orang lain berbeda... Kalau, misalkan... tiba2x penghasilan saya atau suami diatas lima juta misalkan (mungkin nominal ini untuk sebagian orang dianggap kecil), sudah pasti saya sendiri yang akan menyampaikan ke suami, 'Ayo kita lepas program KB'. Kita bikin anak secepatnya... (hihihi, kayak bikin kue....)
Karena saya bisa kalkulasi plus-minus keuangan keluarga kami... Lah ini, keuangan pas2xan, rumah masih ngontrak mau nambah anak? Kawan... Miris lho memikirkan hari tua saya, jangan 2x saya nanti menyambut besan masih di rumah kontrakan? Ampun... jangan deh. Impian saya, sekecil dan sesederhana apapun kalau rumah sendiri, rasanya hidup ini tentram (karena nggak diusir2x)....

Eh, saya kok jadi ngelantur ya....

Menambah anak dan bikin rumah, memang ada hubungannya? Bagi saya, ada!
Banyak juga lho yang bilang ke saya, saya ini orangnya nrimo, mau menerima apa-adanya. Bagi saya, saya sudah mendapat banyak dari Tuhan. Suami (sementara ada beberapa teman saya yang belum bertemu jodohnya), anak (ada juga teman2x saya yang sudah menikah bertahun2x belum dikaruniai anak), rejeki (saya dan suami diberi pekerjaan di jalan halal, meskipun tidak berlimpah). Kenapa saya harus 'maruk'? Orang lain boleh punya rumah tingkat, saya dicukupkan dengan kontrakan - toh sementara, karena saya yakin suatu saat saya pun akan memiliki rumah - meskipun sederhana. Orang lain boleh punya laptop, saya dicukupkan dengan komputer tua yang loadingnya lamaaaa-nya minta ampun - tapi saya bisa menggunakannya dengan optimal, jadi sangat2x efektif. Orang lain boleh punya anak banyak, saya dicukupkan dengan satu anak, mudah2xan anak saya yang satu ini bisa saya asuh sebaik2xnya buat masa depannya kelak. Karena bagi saya, rumah tingkat-laptop-anak banyak- itu akan menyusahkan, karena itu bukan jatah saya - untuk saat ini.
Jalan hidup saya berbeda...
Jadi, sabar ya suamiku sayaanggg....

EstriShinta Rabu, November 25, 2009
Read more ...
Wawww, akhirnya... setelah kutak-katik, entry berulang2x bisa juga ngeblog... istilah yg tadinya asing dan tak masuk akal, cyeee... Buat seorang ibu yang tadinya gaptek gethooo... ngeblog terkesan mewah dan elit... Nervous juga lho.... kikikiiiiiikk....

Okeyy,, sambil tersenyum dan semangat 45 ... tayangan perdana ini (istilah-nya minjem dari iklan2x sinetron), saya berharap dengan ngeblog bisa meringankan beban hidup.... wkwkwkkk, apa lagi nih... penghilang stres, dan yang penting.... penyaluran atas hobi nulis saya yang sudah tumpul-full, setelah bertahun2x berkutat dengan accurate, rekening koran, laporan2x di kantor, cabe-bawang di dapur, suami-anak di rumah..... kok monoton ya, rasanya seperti tinggal di tempat terpencil dan terbelenggu oleh rutinitas, duuhhh huh, huhhh...
Akhirnya, sekarang saya menemukan penyaluran....
EstriShinta Rabu, November 25, 2009
Read more ...