Tayangan :



Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi,
aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,
adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang,
sekejap saja,
lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati,
hatiku seperti tak di tempatnya,
dan tubuhku serasa kosong melompong,
hilang isi.

Kau tahu sayang,
rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.
Pada airmata yang jatuh kali ini,
aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada kesetiaan yang telah kau ukir,
pada kenangan pahit manis selama kau ada,
aku bukan hendak megeluh,
tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari,
bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.

mana mungkin aku setia
padahal memang kecenderunganku adalah mendua,
tapi kau ajarkan aku kesetiaan,
sehingga aku setia,
kau ajarkan aku arti cinta,
sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,
kau dulu tiada untukku,
dan sekarang kembali tiada.

selamat jalan sayang,
cahaya mataku,
penyejuk jiwaku,
selamat jalan,
calon bidadari surgaku ....

(BJ.HABIBIE)

Betapa indah jalinan cinta mereka. Mesra - tak terhenti meskipun nyawa memisahkan mereka.
EstriShinta Senin, Mei 31, 2010
Read more ...
Pernahkan mendengar petuah ini, “Lihatlah hatinya, jangan melihat ketampanannya.” Waduww, agak berat juga ya. Kasihan dong yang tampan, jadi turun pamor? Setau saya, sifat manusia tuh menyukai yang indah-indah. ‘Dari mata turun ke hati’, kita selalu tertarik dengan yang indah-indah. Bisa saja kita jatuh cinta pada pandangan pertama.
Bahkan, seringnya kita menilai seseorang dari penampilan fisiknya, entah itu kecantikan atau ketampanannya. Lebih lengkapnya begini - khusus kaum hawa, pastinya mereka berdoa semoga dijodohka dengan orang yang sholeh, orang yang hatinya baik, kaya, punya jabatan, dan pastinya juga tampan. Tampan tetap masuk kriteria. Kesimpulannya, menjadi orang tampan itu penting.
Tapi, apa sih definisi tampan itu sendiri? Yang berewokan, yang hidungnya mancung atau yang badannya kekar? Relatif sih. Menurut saya, suami saya tampan (xixixi, narsisnya kumat J), tapi menurut anak saya, Afgan lebih tampan. Karena penasaran, saya cari daftar orang tampan di google. Berderet-deretlah nama orang-orang tampan berikut fotonya. Ada Pierce Brosnan, Tom Cruise, Brad Pitt, John Travolta, Nicolas Cage, dst. Tapi bagi saya, ketampanan Timur Tengah masih belum tertandingi. Mereka masuk ke daftar orang tertampan di dunia. Selain Mohammed Hamaqy , masih ada Prince Nawwaf AL Sodd , Prince Naser AL Khalifa , dan satu lagi :

Subhanallah….
… Sheikh Hamdan bin Mohammed AL Maktoom!! Tuh kan… saya jadi kecentilan. Saya jamin kaum hawa takkan berkedip melihatnya. Semakin dipandang, semakin mempesona.
Lalu saya berandai-andai, bagaimana dengan ketampanan nabi Yusuf? Pastinya lebih tampan dari Sheikh Hamdan bin Mohammed AL Maktoom dong, karena ketampanan nabi Yusuf sudah dijamin di dalam Al-Qur’an. Di dalam surat Yusuf ayat 31:
Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yusuf): "Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka". Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa) nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: "Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia."
Segitu dasyatnya ketampanan nabi Yusuf, sampai-sampai para wanita teriris pisau jari-jarinya. Ckckck… Lalu bagaimana dengan nabi kita, junjungan kita nabi Muhammad saw – nabi akhir zaman, penutupnya para nabi? Siapakah yang lebih tampan, nabi Yusuf atau nabi Muhammad?
Bagi saya, beginilah kalkulasinya.
Jika Allah menciptakan ketampanan manusia = 100%. 50% ketampanan diberikan kepada nabi Muhammad saw. 25% ketampanan diberikan kepada nabi Yusuf as. Dan sisanya 25% ketampanan, dibagi-bagi untuk orang sedunia! Yup, Sheikh Hamdan bin Mohammed AL Maktoom yang luar biasa tampan itu, ternyata cuman mendapatan 0,0000000xxxxxxx % dari 25% sisa ketampanan.
Jadi, siapakah ciptaan Allah yang paling tampan?
EstriShinta Selasa, Mei 18, 2010
Read more ...

Di suatu sore yang agak mendung, saya dikejutkan oleh kedatangan istri dari teman saya. Istri teman saya itu sangat bersedih. Bibirnya bergetar menceritakan perselingkuhan suaminya. Saya shock dibuatnya.

Bagaimana mungkin?

Rumah tangga mereka terlihat harmonis dan bahagia. Wanita ini juga, tampak sempurna di mata saya
.
Wajahnya cantik, ayu iya – manis juga iya. Pembawaannya keibuan. Dia pintar memasak, sayang anak dan keluarga. Jilbab yang selalu dikenakannya menunjukan bahwa dia istri yang taat pada agama dan suami. Tidak neko-neko, tidak macam-macam. Apa yang kurang dari wanita ini?
Beberapa hari yang lalu malah, si suami menunjukan selembar foto usang kepada saya. Foto yang diambil saat mereka masih pacaran.

“Cantik kan?” katanya sambil membusungkan dada. Saat itu saya tidak menyadari apa yang menjadi motivasi teman saya menunjukan foto itu, ternyata untuk menutupi perselingkuhannya.

Saya mengangguk. Persis Desi Ratnasari. Saya ikut senang ketika teman saya membanggakan foto istrinya.

Saya pikir hubungan mereka baik-baik saja. Mana mungkin teman saya itu punya WIL?

“Sejak kenal dengan ‘N’, sifat Mas ‘I’ banyak berubah,” gumam wanita di depan saya sambil sesengukan. “Dia jarang pulang, galak sekali terhadap anak-anak. Dia sudah tak mencintai saya lagi. Dulu dia pernah meminta ijin untuk menikah siri, tapi tidak saya kasih. Katanya ini salah saya. Kemaren malah, dia membanting piring hanya karena menu yang saya hidangkan tidak sesuai dengan selera makan dia. Dia meminta bebek goreng, sementara saya menghidangkan ayam goreng. Apapun yang saya lakukan selalu salah di matanya. Katanya dia sekarang sudah menemukan wanita yang cocok, wanita yang mengerti akan dirinya. Mereka kini sudah menikah siri.”

Wanita itu menyusut air matanya dengan ujung kerudungnya. Saya kasihan melihatnya.

“Mungkin ini salah saya juga,” lanjutnya kemudian dengan penyesalan yang teramat sangat. “Coba saya dulu mengijinkannya kawin. Pasti Mas ‘I’ tidak semarah ini. Dia jarang pulang, kesal melihat saya katanya. Kasihan anak-anak… saya jadi berdosa. Atau, mungkin juga karena saya kurang merawat diri? Seharusnya saya menjaga baik-baik rumah tangga saya, supaya dia tidak bosan terhadap saya. Mungkin benar, saya sudah tak secantik dan semenarik dulu lagi, sehingga dia mencari wanita lain. Saya yang salah….”

Bla-bla-bla-bla….


Membuat saya terte
gun. Lah, kok jadi dia yang disalahkan? Dan, kok ya mau-maunya dia disalahkan. Bukankah dia yang menjadi korban?

Pasti dia sudah dicuci otak oleh suaminya.


Kebanyakan memang, wanita selalu disalahkan atas segala sesuatu yang tak beres di dalam keluarganya. Misal, anak bandel
istri yang disalahkan. Rumah berantakan, istri yang disalahkan. Belanja bulanan kurang, istri lagi yang disalahkan. Cape’ deh…

Bukankah hakekat rumah tangga
adalah ‘saling’? Saling berbagi, saling mencintai, saling melengkapi? Jika ada sesuatu yang kurang pas, ya diperbaiki dong. Jangan main tinggal seenak udelnya begitu. Menurut saya sih – dalam kasus ini, dasar suaminya saja yang ganjen, yang gatel. Mengurus satu istri saja nggak becus, malah bertingkah. Istri pula yang dijadikan kambing hitam.

Saya tidak tau m
engenai kelanjutan rumah tangga mereka. Sudah 2 tahunan saya putus kontak dengan mereka - teman saya itu marah besar mengetahui saya ikut campur dalam urusan rumah-tangganya. Bodo! Saya dengar dari beberapa teman sih, akhirnya si istri bersedia dimadu (mungkin dengan berbagai pertimbangan, dengan tanggungan dua orang anak tanpa pekerjaan, apa yang bisa diharapkan?). Itu hak dia sih. Masing-masing orang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri-sendiri.

Tapi dari pengalaman di atas, ada satu hikmah yang bisa saya ambil dan ingin saya bagi ke
teman-teman.

Kawan, wanita bukanlah
obyek. Kita bukan bebek goreng. Kita tidak bisa merubah diri kita menjadi menu-menu lain setiap harinya untuk memuaskan keinginan para suami. Jadilah diri kita sendiri. Suami yang baik adalah suami yang bisa menerima kita apa-adanya.
Salam bebek goreng.
EstriShinta Senin, Mei 17, 2010
Read more ...