Tayangan :

Jangan dianggap berlebihan kalau ritual mudik saya anggap sakral. Maknanya sangat-sangat-sangat dalam bagi saya. Selain bertemu orang tua dan saudara 2x tentunya, jauh-jauh hari sebelumnya saya sudah menyusun berbagai rencana saat pulang kampung.
Pengennya sih wisata kuliner, menikmati malam sambil makan nasi pecel di jalan Dhoho (saya asli Kediri, jalan Dhoho ini adalah jalan terlegendaris di kota saya). Selain alun-alun, masih ada Gunung Klotok - Maskumambang, Goa Selomangleng, sampai proliman Gumul. Pokoknya mudik kali ini saya berencana muter-muter, istilah kata : bernostalgia-lah.
Bertemu dengan teman-teman lama, misalnya. Atau, napak-tilas tempat-tempat favorit saya dulu (saya melewati SMP dan SMEA tempat saya menimba ilmu dulu, sedang bangunan SD saya sudah digusur berganti dengan mall yang bernama Sri Ratu). Atau Apollo, tempat pertama kali saya bekerja dan pertama kalinya saya bertemu dengan bapaknya Aning. :) Kenangan2x lucu kok tiba-tiba terbayang di benak saya ya?
Tapi hal terpenting bagi saya saat mudik adalah 'nyekar'. Ya, tujuan utama mudik saya adalah 'nyekar'! 'Nyekar' atau ziarah ke makam ibu saya, ke makam kakek dan nenek saya, ke makam buyut saya, tabur bunga ke makam saudara-saudara yang sudah mendahului saya. Pengalaman batin ini tidak bisa saya ungkapkan lewat kata-kata.
Tentu berbeda rasanya jika kita mengirim do'a dari jauh dengan berziarah secara langsung. Jika dengan sanak-saudara yang masih hidup kita bisa bertegur sapa, bersendau-gurau, berjabat tangan, beginilah cara saya berinteraksi dengan leluhur-leluhur saya yang sudah meninggal. Mengirim doa di samping makam ini, seolah saya mengetuk dan berkunjung ke pintu rumah mereka dengan nyata. 'Nyekar' bisa mengobati kerinduan saya pada orang-orang tercinta yang telah berpulang.
Selanjutnya, waktu yang masih banyak ini, tentu saja... tak saya sia-siakan untuk bersilaturahmi dengan para sesepuh. Mengunjungi para si-Mbah yang sudah lama sekali tak saya jumpai. Saya dipeluk, dicium, disambut dengan suka-cita... terharu karena para simbah masih mengenali saya dengan baik meskipun saya sudah lama sekali tak mengunjungi beliau-beliau. Bersentuhan dengan keriput wajah mereka, melihat gigi-gigi ompong pada senyum bahagia mereka....
Ah, ternyata... saya baru menyadari betapa sibuknya saya selama ini.


EstriShinta Senin, September 27, 2010
Read more ...

 
 
Ini waktunya saya dibuat bingung.  Menjelang lebaran H-10, ketika langkah kaki saya masuk ke dalam mall, entah itu Detos, entah itu Hypermart, entah itu ITC maupun Margocity... busyeeett, saya ternganga melihat pasukan ibu-ibu yang liar memangsa belanjaan, entah itu baju-baju atau celana diskon, entah itu bahan sembako, entah itu kue-kue kering, bahkan obralan toplespun tak luput dari serbuan mereka. Tak jarang mereka sampai berebut pula
Ingat Bu, eling ….
  1. Katanya, “Harga-harga pada naik, pusing mengatur uang belanja?”
  2. Katanya, “Uang SPP anak belum terbayar, beras habis, yang inilah-itulah, ada saja kebutuhan yang tidak tercukupi. Listrik juga belum bayar sampai mau diputusin petugas PLN.”
  3. Katanya lagi, “Gimana mau shopping, belanja bulanan aja ngepress. Boro-boro beli lipstick.”
Ibu-ibu sering ngedumel, bla… bla… bla… yang pastinya membuat dada para bapak menjadi sesak.
Tapi lihatlah kenyataannya!
Pastinya para bapak menjadi bingung, bukan? Kok kenyataannya sangat bertolak belakang , ya?
Mereka sekarang lagi kalap, kalap alias tidak bisa mengendalikan diri, di mall pula tempatnya!!
Seenaknya saja mereka menghambur-hamburkan uang hasil jerih payah para bapak. Beli ini, beli itu. Borong ini, borong itu. Kalau ditotal, bisa ludes gaji satu bulan dalam hitungan detik.
Wah-wah, ini tidak bisa dibiarkan. Kasihan kan para bapak? Sudah capek-capek kerja, seenaknya saja ibu-ibu menghambur-hamburkan uang.
Sabar, tenang dulu bapak-bapak.
Okeehh, sebaiknya kita tanya dulu pelan-pelan.
Kalau bulan-bulan sebelumnya para ibu sering mengeluh karena uang belanja selalu kurang, mereka sering komplain dan berkeluh-kesah, sekarang dengarlah penjelasan mereka,
  1. Pertama, “Bulan ini kan dapat THR, pak …. kasihan, anak-anak belum dibeliin baju. Itung-itung merayakan lebaran?” (saya yakin para ibu akan menyampaikan ini dengan senyuman)
  2. Kedua, “Mumpung diskon Pak, dari harga seratus sekian-sekian turunnya menjadi 50 rebu, kan lumayan pak?! Besok-besok, belum tentu ada diskon gede-gedean.” (kali ini senyumnya bertambah mesra)
  3. Ketiga, “Tenang aja Pak, uang buat mudik sudah saya amankan kok. Buat di sini, buat di kampung, buat pulangnya lagi ke sini. Semua kebutuhan sudah saya hitung, sampai akhir bulan sudah saya hitung. Zakat juga sudah…. Pokoknya semua sudah beres, Pak.” (laporan kali ini diakhiri dengan pelukan mesra)
Bijak bukan?
Saya selalu salut terhadap ibu-ibu yang pandai mengelola keuangan keluarga. Nggak gampang lho Pak, dari gaji sebulan sekali dibagi untuk ini-itu, sampai yang urusan yang kecil-kecil, njelimet.
Lagipula, menurut saya ibu-ibu adalah orang yang sangat penyayang. Mereka tak mungkin memikirkan diri sendiri. Kalaupun mereka berbelanja, tak lain dan tak bukan pastilah itu untuk keperluan anak-anak dan suami tercinta. Bahkan tak jarang, kebutuhan untuk mereka sendiri terabaikan.
Jadi menurut saya, biarkanlah ibu-ibu kalap, setahun sekali ini Pak!

EstriShinta Kamis, September 02, 2010
Read more ...