Tayangan :


Saya pernah merasa kesal, sekesal-kesalnya. Banyak hal membuat saya marah, sedih, merasa gagal, kecewa, sampai-sampai saya dongkol berhari-hari. Saya coba membaca buku-buku ‘petuah’, mencoba berbagai tips penyemangat atau motivasi, cerita-cerita inspirasi, tayangan-tayangan televisi seperti 'Kick Andy', 'Mario Teguh', 'Andai Saya Menjadi' sampai problematika rumah tangga di 'Mamah Dedeh'… dengan harapan satu, supaya saya merasa betapa beruntungnya saya diberi nikmat dan anugerah yang tiada henti seperti sekarang ini. Supaya kekesalan saya mereda dan saya kembali menjadi manusia yang arif dan bijaksana. Menjadi manusia dengan penuh rasa syukur dan berbahagia.
Tapi permasalahan tidak berhenti sampai di situ. Kawan, namanya saja kesal, ya tetap saja saya masih kesal. Kekesalan saya kali ini tidak bisa dihibur dengan cara apapun. Dengan cara religius, sholat misalnya? Ternyata saya belum sereligius itu, Kawan. Tingkat keimanan saya masih seperti saringan tahu, bolong-bolong…
Rasa tidak puas merongrong diri saya. Saya hanya tidak mau menjadi naïf, realistis saja… manalah bisa saya pura-pura tersenyum, menganggap semua baik-baik saja, sementara hati saya lagi dongkol setengah mati. Apalagi yang membuat saya kesal itu selalu ngider-ngider, bolak-balik lewat di depan saya. Ini serius, beneran… Jangan dikira yang membuat saya kesal cuman sebentuk kecoak atau tikus got, bukan… Kalau lagi kesal begini, saya mengklaim penyebabnya lebih menjijikan dari dua hewan yang menjijikan tadi. Dan saya tak perlu membahas penyebabnya, karena pastinya akan membuat saya bertambah kesal.
Sebenarnya banyak faktor penyebabnya sih…. Salah satunya - kalau diurutkan kebelakang, mungkin karena saya salah mempercayai orang. Oya, ada sebuah tayangan 'Kick Andy' - episode ‘Rahasia di Balik Layar’. Di akhir tayangan itu Andy F. Noya membuat suatu kesimpulan, kurang – lebihnya seperti ini :
Tidak ada sahabat yang sejati,
Tidak ada musuh yang abadi…
Yang ada adalah kepentingan,
kalau kepentingannya sama, ayoo…

Ini mirip-mirip dengan kejadian yang saya alami (lah kok saya merasa mendapat pesan dari Tuhan ya). Ini lho dunia sekarang... 'manusia' – saya contoh riilnya, dinilai dari kesamaan kepentingan semata. Pelipur lara saya, ‘Bukankah lebih baik kalau yang menjadi sahabat kita – teman kita, adalah orang yang bisa sejalan (kepentingannya) dengan kita?’. Fenomena terkini, ternyata sebuah kepentingan bisa mengalahkan segalanya... bahkan mengalahkan nurani untuk menjadi manusia yang baik (mudah-mudahan kita semua tidak seperti itu). Dan jujur, ini menyakitkan hati saya.
Bingung dengan arah pembicaraan saya? Tak usah dipikir panjang, Kawan! Cukuplah saya dan Tuhan yang tau (karena memang saya tidak mau membahas ini).
Yang ingin saya sampaikan di sini, bagaimana cara saya mengatasi kekesalan ini supaya tidak berkelanjutan? Soalnya setelah berhari-hari manyun, capek juga ya? Rugi tenaga, waktu, capek pikiran… bisa hilang smile di muka saya. Akhirnya, dengan berjalannya waktu saya mencoba berdamai dengan ‘kenyataan pahit’ ini. Lalu saya putar balik ‘kenyataan pahit’ ini menjadi sesuatu yang ‘manis’. Istilahnya ‘dunia terbalik’ (ya, bukankah sekarang dunia serba terbalik? Banyak orang pintar malah jadi pengangguran, orang yang guobloknya pol malah diberi jabatan. Orang malas diberi kekayaan, orang jujur malah dianggap bodoh. Ini yang terjadi diluaran.) waa, sakit hati lagi....
Kembali ke topik awal, deh
Untuk mengatasi kekesalan saya ada satu teori yang saya namakan teori 'dunia terbalik'. Caranya? Saya putar segala hal yang nggak enak menjadi sesuatu yang menyenangkan, yang susah-susah menjadi ringan, yang menderita menjadi suka-cita, yang sengsara menjadi bahagia. Pembodohan diri? Tidak, Kawan! Ternyata ‘kenyataan’ adalah sebuah keadaan yang kita ‘ciptakan’ dan itu ‘tidak mutlak benar’ (ini saya dapatkan dari ‘transformation’nya Pak Tanadi). Masuk akal juga. Kenapa kita harus bersusah-susah, bersengsara ria atas sesuatu yang belum tentu ‘mutlak benar’? Enjoy sajalah… (ini bisikan hati saya pada akhirnya). Hidup hanya sekali, La Tahzan sajalah… (ini sesuai dengan anjuran keyakinan saya). Dunia tidak kiamat hanya karena kita ‘dianiaya’ orang, misalnya. Dunia tidak berhenti hanya karena kita 'disakiti' oarng. Masih ada hari esok, masa depan dan kesempatan terbuka lebar di depan kita dan itu tidak ditentukan oleh orang-orang yang ‘menganiaya’ atau 'menyakiti' kita tadi, misalnya.
Optimis, optimis, optimis!
Untuk itu saya harus mempunyai ‘suara mental’ yang baik (meminjam istilah Pak Tan). Dan rupanya harus banyak-banyak belajar 'ilmu ikhlas' (kali ini saya meminjam istilah dari sinetron KSD – Kiamat Sudah Dekat). Kita tidak perlu terpuruk dan susah berkelanjutan, bukan? Karenanya saya harus bangkit dan lebih kuat dari sebelumnya.
Kawan, kalau kita bisa mengambil hikmah dari apapun yang menimpa kita, saya yakin hidup lebih indah sesudahnya.
(sekarang sudah lega karena saya bisa menuangkannya ke dalam tulisan…)
EstriShinta Rabu, Februari 10, 2010
Read more ...