Tayangan :

 Ikut outbound di Ciseeng, Parung - Bogor yuk!

tuh kan... kayak di pasar ramenya,

main berebut dan uyel2xan


pemanasan sebelum game seru
   

dari permainan teamwork 

sampai adu ketangkasan, 

berpanas2xan,

ada yang takut2x, nangis...

tapi banyak juga yang berani -

mencoba pengalaman baru, 

Kapan lagi?


tarik tambang

berlumpur ria nangkep ikan with Bu Ida


maen lumpur,

tarik-tambang,
 
flying fox di atas danau,

meniti jembatan tali ,
 
berlumpur ria


naik kebo,

membajak sawah,

memerah susu,

membuat kompos,

tangkep ikan,



pantesan…. Heboh banget pulangnya,

nggak habis2x ceritanya

 
dapet souvenir ikan mas yang masih idup lagi

gede banget, tapi mana tega gorengnyaaaa?



suasana di dalam bus, heboohhh


 anakku bawa cerita banyak, 

di dalam bus pun,

sepanjang perjalanan pulang pergi

semua nggak ada diemnya,

asyik nyanyi2x and becanda



Spertinya puas banget liburan ke sini

Capeknya, baru brasa besoknya,

bangun jam 12 siang booo….



(trims tuk ibu guru cantik atas foto2xnya :))
 
EstriShinta Sabtu, September 17, 2011
Read more ...

Pagi ini saya tersenyum geli oleh hal yang tak masuk akal. Membaca tulisan yang agak-agak ngawur dan sinting ala Andrea Hirata – Cinta di Dalam Gelas (novel kedua dwilogi Padang Bulan). Tuh kan, dari judulnya saja sudah ngaco, cinta kok di dalam gelas. Memangnya di dalam gelas ada air peletnya, sehingga peminumnya jatuh bangun terkehel-kehel oleh penyuguhnya? Ternyata kawan, maksud dari judul itu adalah… cinta bisa kita refleksikan dengan cara yang sederhana. Dan dari hal-hal yang sederhana itu kita bisa mendapatkan hal-hal yang luar biasa. Melebihi pelet para dukun yang digdaya, melebihi iklan-iklan kosmetik yang harganya mencapai ratusan ribu, melebihi gaun maupun tas-tas yang berbandrol jutaan. Bila seorang istri menyuguhkan segelas teh manis atau kopi pahit pada suaminya di pagi hari, itulah sebenarnya - ada cinta di dalam gelas.
Banyak kisah yang tertuang di novel ini. Banyak juga karakter-karakter aneh, manusia-manusianya aneh, nama-namanya aneh, kebiasaan-kebiasaannya juga aneh. Jadi jangan kaget, setelah khatam membaca novel ini, bisa dipastikan kitapun akan menjadi aneh!
Lihatlah kawan, bagaimana anehnya Andrea Hirata mengulas tentang peminum kopi, sampai-sampai dia membuat buku besarnya, ‘Buku Besar Peminum Kopi’. Ini lebih sinting lagi!

Ternyata hasil dari modifikasi yang canggih itu sangat mengejutkan, yaitu kutemukan kesimpulan yang sangat ilmiah bahwa mereka yang memesan kopi sekaligus memesan teh –adalah mereka yang baru gajian. Mereka yang memesan kopi, tapi takut menyentuhnya –uang di sakunya tinggal seribu lima ratus perak. Mereka yang tak menyentuh gelas kopi, tapi menyentuh tangan gadis pelayan warung –pemain organ tunggal. Mereka yang minum dari gelas kosong, seolah-olah ada kopi di dalamnya –sakit gila nomor 27. Mereka yang tidak minum kopi, tapi makan gelasnya –kuda lumping.

Mereka yang mau ke warung kopi, tapi gengsi –bupati. Mereka yang memandangi orang minum kopi –ajudan bupati. Mereka yang membuka warung kopi, tapi tidak laku – mantan bupati. Mereka yang tidak membelikan polisi kopi –bukan kawan polisi. Tentara yang datang ke warung kopi – dapat izin menginap dari komandan. Mereka yang senang kopi dingin –tak punya bulu hidung.

Mereka yang minum kopi dengan sedotan –bukan pacar biduan. Mereka yang menjual kopi dengan harga lebih dari sepuluh ribu rupiah –pemuja setan. Anak yang disuruh membeli kopi, tapi pulang membawa terasi –waktu kecil pernah kena sawan.

Mereka yang mencuri gelas milik warung kopi –pernah bersalaman dengan presiden. Mereka yang mengembalikan lagi gelas yang dicuri itu ke warung kopi –bodoh sekali. Mereka yang minum kopi merek ayam beranak –tidak ada karena tidak ada kopi merek ayam beranak. Mereka yang minum lima gelas kopi –peragu. Mereka yang minum tujuh gelas kopi –pemalu. Mereka yang pura-pura suka kopi –penerbit buku. Mereka yang minum kopi, tapi tidak habis –penerjemah novel ke dalam bahasa Inggris.

Lelaki (30) bujangan, yang minum kopi sambil senyum simpul –bujang lapuk karena sengaja. Lelaki (30) bujangan, yang minum kopi dengan waswas –bujang lapuk karena tak laku-laku. Mereka yang minum kopi uangnya dapat berubah menjadi daun –hantu. Mereka yang minum kopi sambil marah-marah –rokoknya terbalik. Mereka yang minum kopi sambil menyingsingkan lengan baju –baru membeli arloji.

Mereka yang minum kopi sebelum main pingpong – kembung. Mereka yang minum kopi setelah main pingpong –kalah. Mereka yang minum kopi sambil waspada –memelihara istri muda. Mereka yang minum kopi sambil gembira –dipelihara istri muda. Mereka yang minum kopi habis sekali teguk –memelihara tuyul.

Perempuan yang minum kopi bersama perempuan –banyak utang. Perempuan yang minum kopi bersama orang-orang dari partai bergambar benda-benda langit –bayar sendiri-sendiri. Mereka yang bisa minum kopi sambil menulis –juling. Mereka yang minum kopi tengah malam Jumat Kliwon –sudah bisa membaca sejak berumur 11 bulan. Mereka yang suka ngebut naik motor di depan warung kopi –tidak bisa bahasa Mandarin. Mereka yang minum kopi waktu Maghrib –PSSI vs Argentina, PSSI 5, Argentina 0. Mereka yang mandi pagi tidak pakai sabun –tidak hafal Pancasila.

Selanjutnya, saya bertanya-tanya. Karena saya juga peminum kopi, saya masuk dalam kategori mana? Saya perempuan, penyuka kopi hitam + manis (dengan takaran 1:2 untuk kopi dan gulanya).  Soal adukannya berapa kali putaran saya nggak tau, bisa jadi 25 kali putaran, atau 35 kali putaran, atau malah nggak diaduk ? Saya tak tau karena OB yang membuatnya di kantor. Sehari cukup satu mug sedang. Kecuali di akhir bulan, saat saya sedang sibuk dengan berbagai laporan barulah saya menambah satu mug lagi di sore harinya – ini menandakan saya lagi stres. Menjadi peminum kopi sejak SMP.  Soal air yang mendidih, jangan ditanya. Saya suka meminumnya panas-panas, barang seteguk dua teguk – menjadikan bibir saya kering dan mengelupas – tak masalah. Meskipun saya tak menolak kopi yang sudah dingin, diseduh jam 10 pagi, jika jam 4 sore masih tersisa saya tega meminumnya – saya anggap penolak sawan.
Trus, berdasarkan ‘Buku Besar Peminum Kopi’ tadi, saya masuk kategori apa donk? Karena tak ada kategori yang pas buat saya, baiklah teman…  tanpa bermaksud melebihkan ataupun mengurangi - saya definisikan sendiri.

“Saya, berdasarkan ciri-ciri yang telah tersebut diatas adalah peminum kopi tipe : nyentrik, baik hati, banyak kawan, disukai kawan, dipercaya kawan, sering dihutangi kawan, banyak rejeki, disayang keluarga, dicintai suami, disayang anak, panjang umur, diidolakan tetangga, selalu mujur dan disayang Allah SWT…”

Itu saya... Kalian kawan, masuk kategori mana...? Dan saya pun ikutan sinting!
EstriShinta Sabtu, September 03, 2011
Read more ...
Beberapa kegiatan yang saya rencanakan sewaktu libur panjang, salah satunya adalah mencoba resep-resep baru - selain nonton, baca novel atau jalan ke mall. Keliatan kurang kerjaan banget kan? Ya, … daripada bengong di rumah? Nambah ilmu memasak sajalah, lebih manfaat.

Sekalian jalan ke mall membeli bahan-bahannya, mengolahnya untuk kemudian disajikan (plus hiasannya tentunya).  Saya paling semangat nyari diskonan di akhir pekan - khususnya daging dan udang, xexe…  biasanya di hari Sabtu ada diskon gede-gedean di mall, ngalahin harga di pasar tradisional. Makanya saya belain ke sini, ibu-ibu banget kan?

Memasak, keahlian terlama yang ditekuni para ibu ini, sebenarnya nggak susah kok.   Saya yakin semua ibu pasti bisa. Tergantung niatnya.  Jangankan masakan nusantara, masakan Cina, Thailand, Jepang atau menu-menu Eropa pun, jika bahan-bahannya lengkap kita pasti bisa membuatnya. Nggak percaya, sekali-kali coba deh!  Taruh masakan di piring saji, sekali-kali sajikan dengan garnish deh.

Ini beberapa contoh hasil olahan saya. Nggak kalah kan dengan menu-menu restoran?













 



Bagaimana, kira-kira sudah meyakinkan belom ya buat buka warung?
EstriShinta Jumat, September 02, 2011
Read more ...
  

Napak tilas peninggalan Batavia Lama – Oud Batavia


Khas bangunan Belanda dengan jendela yang besar-besar. 


Tiang-tiang lampu yang unik dan ruas jalan yang memberi nuansa berbeda.































Bisa saya bayangkan betapa megahnya lokasi ini tempo dulu, berikut para meneer dan nona Belanda yang berseliweran dengan topi dan baju ala ‘Little Missy’. 
 
Kantor Gubernur Jenderal VOC - doeloe.
Konon, bangunan ini menyerupai Istana Dam di Amsterdam

Sekarang menjadi kota wisata. Kantor Gubernur VOC menjadi Museum Sejarah Jakarta atau juga dikenal sebagai Museum Fatahillah atau Museum Batavia. Kompleks ini  dilengkapi dengan Museum Wayang dan Kantor Pos di sisi kanan dan kirinya.
EstriShinta Kamis, September 01, 2011
Read more ...
Sepeda, mengingatkan saya pada jaman sekolah. Dari Balowerti ke SD Dandangan V (sekarang Sri Ratu) saya jabanin selama 3 tahun – maklum saya baru mendapatan kepercayaan naik sepeda ke sekolah setelah kelas 4 SD – melewati rel kereta api tiap harinya.

Trus, selama 3 tahun berikutnya dari Jl. Dhoho ke  Jl. Diponegoro menjadi rute saya ke SMPN 1 Kediri.  Pertama kali mendapat sepeda baru ya sewaktu SMP ini (kalo sebelumnya saya selalu dapat lungsuran alias bekas). Sepeda baru ini adalah yang pertama saya miliki dan menjadi kebanggaan saya. Sepeda dengan merek Phoenix - warnanya kuning dengan keranjang besar di depannya berikut lampu merahnya dan boncengan empuk karena ada busa warna hitam di atasnya. Bannya juga dihiasi mata kucing lho. Keren banget deh bagi saya waktu itu.  Jika teman2x saya sibuk mencari sepeda di parkiran (maklum satu angkatan saya ada 9 kelas,  dari kelas 1A sampai kelas 1I), belum lagi angkatan kelas 2, belum lagi angkatan kelas 3, jika dihitung total jendral ada 27 kelas yang rata2x per kelasnya berisi 40-an siswa = sekitar 1.080 siswa.  Bisa dibayangkan bagaimana ribetnya mencari sepeda yang rata-rata berwarna biru atau hitam. Saya?!! nggak dong... karena sepeda saya ngejreng, satu-satunya yang berwarna kuning, jadi saya mudah saja menemukannya.

Tiga tahun berikutnya, saya habiskan dengan rute yang lebih jauh lagi. Melewati jembatan lama yang membelah sungai Brantas – SMEA Negeri Kediri. Lagi-lagi, dengan sepeda onthel. Kali ini bukan sepeda Phoenix lagi yang saya bawa - selain sepeda Phoenix sudah uzur umurnya, kayaknya norak juga bawa-bawa kranjang ke sekolah. Saya pun merengek minta dituker sepeda gunung yang waktu itu lagi ngetren.  Biar terlihat tomboy- klop dengan demam basket waktu itu –  kalo saya latihan basket ampe malam (bisa jam 10-an baru nyampe rumah), sepeda gunung inilah yang menemani, rame-rame, bareng teman-teman kadang kebut-kebutan juga.  Heran, waktu itu kenapa lempeng2x aja ya, nggak kepikiran takut kesrempet atau nyusruk ke dalam got, amit-amiittt…. Pokoknya seru banget dah waktu itu!

Semasa muda, jaman ingusan....

Mengobati rasa kangenku, pada sepeda kuningku, pada sepeda gunungku…. 



























 
Kucoba dengan semangat 45. Baru berapa puteran sudah ngos-ngosan. Ternyata… kutak seperti yang dulu, hiks!
EstriShinta Kamis, September 01, 2011
Read more ...